Seorang hamba wajib waspada terhadap bahaya ucapan yang mengandung kata “saya”, “milikku”, dan “ada padaku”. Karena ketiga ungkapan ini menjadi ujian bagi Iblis, Fir’aun, dan Qarun. Iblis berkata, “Saya lebih baik daripadanya!” (QS.Shad: 76). Fir’aun berkata, “Kerajaan Mesir milikku.” (QS. Az-Zukhruf: 51). Qarun berkata, “Harta ini diberikan kepadaku karena ilmu yang ada padaku.” (QS. Al-Qashas: 78).
Penggunaan kata “saya” yang paling baik adalah ucapan seperti: “Saya hamba yang penuh dosa dan salah,” dan semisalnya. Kata “milikku” yang baik digunakan dalam kalimat seperti: “Aku memiliki dosa, kemiskinan, dan kefakiran.” Dan kata “ada padaku” dalam doa Nabi: “Ampunilah aku, baik dalam kesungguhan maupun candaanku, dalam kekeliruan maupun kesengajaanku, sebab semua itu ada padaku.” (HR. Muslim). Ini merupakan ucapan Imam Ibnul Qayyim rahimahullah. bahwa seorang hamba harus berhati-hati terhadap kata-kata yang mengandung makna kesombongan, keangkuhan, dan lain sebagainya. Seperti ungkapan “saya”, “milikku”, dan “ada padaku”. Karena kata-kata ini diucapkan oleh sejumlah orang zalim dan pelaku dosa. Seperti Iblis yang berkata, “Saya lebih baik daripadanya!” (QS.Shad: 76). Fir’aun berkata, “Kerajaan Mesir milikku.” (QS. Az-Zukhruf: 51). Qarun berkata, “Harta ini diberikan kepadaku karena ilmu yang ada padaku.” (QS. Al-Qashas: 78).
Sebaliknya, seorang muslim hendaknya bersikap rendah hati dan tidak memakai kata-kata tersebut untuk menunjukkan kebanggaan atau kesombongan. Ia senantiasa bersikap tawadhu (rendah hati). Kecuali ia menggunakan kata-kata itu untuk kalimat yang menunjukkan kerendahan hati. Misalnya dengan berkata: “Saya hamba yang penuh dosa dan salah.” Atau: “Aku memiliki dosa dan kekurangan,” dan semacamnya. Atau berkata seperti yang ada dalam hadis: “Ampunilah seluruh dosaku…“Ampunilah seluruh dosaku, baik yang disengaja maupun tidak, yang serius maupun bercanda. Semua itu ada padaku.” (HR. Muslim). Maka, ini adalah ucapan yang baik.
Namun, jika seseorang menggunakannya untuk tujuan menyombongkan diri, maka itu tercela. Bahkan ketika memaparkan masalah-masalah yang diperselisihkan para ulama. Ketika penuntut ilmu menguatkan salah satu pendapat, hendaknya dia menggunakan kalimat yang menyiratkan kerendahan hati. Jangan mengatakan, “Menurutku inilah pendapat yang lebih tepat!” Atau, “Menurut pandanganku inilah yang benar!” Hendaknya ia menghindari kalimat-kalimat seperti itu. Namun, lebih baik ia mengucapkan: “Sepertinya yang benar, wallahu a’lam adalah…” “Semoga pendapat yang lebih benar adalah ini…” atau “Sepertinya yang lebih kuat adalah ini…” Hendaknya menggunakan kalimat yang mencerminkan kerendahan hati, serta menjauhi kalimat-kalimat yang menunjukkan kesombongan dan pengagungan diri.
=====
لِيَحْذَرِ الْعَبْدُ كُلَّ الْحَذَرِ مِنْ طُغْيَانِ أَنَا وَلِيْ وَعِنْدِيْ فَإِنَّ هَذِهِ الْأَلْفَاظَ الثَّلَاثَةَ اُبْتُلِيَ بِهَا إِبْلِيسُ وَفِرْعَوْنُ وَقَارُونُ إِبْلِيسُ قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ وَفِرْعَوْنُ قَالَ لِي مُلْكُ مِصْرَ وَقَارُونُ قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِنْدِي
وَأَحْسَنُ مَا وُضِعَتْ أَنَا فِي قَوْلِ الْعَبْدِ أَنَا الْعَبْدُ الْمُذْنِبُ الْمُخْطِئُ وَنَحْوِهِ وَلِي فِي قَوْلِهِ لِيَ الذَّنْبُ وَلِيَ الْمَسْكَنَةُ وَلِيَ الْفَقْرُ وَعِنْدِي فِي قَوْلِ اغْفِرْ لِي جِدِّي وَهَزْلِي وَخَطَئِي وَعَمْدِي وَكُلُّ ذَلِكَ عِنْدِيْ هَذَا مِنْ كَلَامِ الْإِمَامِ ابْنِ الْقَيِّمِ رَحِمَهُ اللَّهُ أَنَّ الْعَبْدَ يَحْذَرُ مِنَ الْأَلْفَاظِ الَّتِي تُفِيدُ التَّفَاخُرَ وَالتَّعَاظُمَ وَنَحْوَ ذَلِكَ مِثْلُ هَذِهِ الْأَلْفَاظِ أَنَا وَلِيْ وَعِنْدِيْ لِأَنَّ هَذِهِ ذُكِرَتْ عَنْ بَعْضِ الطُّغَاةِ وَالْمُجْرِمِيْنَ مِثْلُ إِبْلِيسَ قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ فِرْعَوْنُ قَالَ لِي مُلْكُ مِصْرَ قَارُونُ قَالَ إِنَّمَا أُوتِيْتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِنْدِي
وَإِنَّمَا الْمُسْلِمُ يَتَوَاضَعُ وَلَا يَأْتِي بِهَذِهِ الْأَلْفَاظِ الَّتِي فِيهَا شَيْءٌ مِنَ الْفَخْرِ وَالْخُيَلَاءِ وَإِنَّمَا يَتَوَاضَعُ إِلَّا إِذَا أَتَى بِهَا عَلَى سَبِيلِ التَّوَاضُع كَأَنْ يَقُولَ أَنَا الْعَبْدُ الْمُذْنِبُ الْمُخْطِئُ مَثَلًا أَوْ لِيَ الذَّنْبُ أَوْ الْمَسْكَنَةُ وَنَحْوِ ذَلِكَ أَوْ يَقُولُ كَمَا جَاءَ فِي الْحَدِيثِ اغْفِرْ لِي ذَنْبِي كُلَّهُ خَطَئِي وَجِدِّي وَهَزْلِي وَعَمْدِي وَكُلُّ ذَلِكَ عِنْدِي فَهَذَا أَمْرٌ حَسَنٌ
لَكِنْ أَنْ يَأْتِيَ بِهَا عَلَى سَبِيلِ التَّفَاخُرِ فَهَذَا مَذْمُومٌ حَتَّى فِي عَرْضِ الْمَسَائِلِ الْخِلَافِيَّةِ عِنْدَمَا يُرَجِّحُ طَالِبُ الْعِلْمِ يَنْبَغِي أَنْ يَأْتِيَ بِعِبَارَةٍ فِيهَا تَوَاضُعٌ فَلَا يَقُولُ الرَّاجِحُ عِنْدِي الَّذِي يَظْهَرُ لِي يَنْبَغِي أَنْ يَبْتَعِدَ عَنِ هَذِهِ الْأَلْفَاظِ وَإِنَّمَا يَقُولُ الْأَقْرَبُ وَاللَّهُ أَعْلَمُ أَوْ لَعَلَّ الرَّاجِحَ كَذَا أَوْ الَّذِي يَظْهَرُ كَذَا فَيَأْتِي بِعِبَارَةٍ فِيهَا تَوَاضُعٌ وَيَبْتَعِدُ عَنْ أَلْفَاظِ التَّفْخِيمِ وَالتَّعْظِيمِ